Kejatuhan duren barangkali maknanya adalah mendapat keuntungan bertubi. Bisa hanya sekedar mendapat promosi jabatan sekaligus juga mendapat mobil mewah, istri cantik dan warisan ladang berhektar-hektar karena kebetulan mertua tuan tanah. Tapi arti yang sebenarnya bisa didapatkan di Desa Belatung, Sengangan Tabanan. Di kampung berketinggian 800 meter diatas permukaan laut itu duren tumbuh dengan suburnya. Setiap keluarga memiliki sampai 20 rumpun pohon duren di kebunnya yang berada dekat dengan perkampungan penduduk. Maka durian jatuh akan terdengar sepanjang malam dari rumah setiap penduduknya.
“Dan setiap orang tidak akan mau mengambil duren tetangganya, mereka sudah punya durennya sendiri,” ujar Wayan Sumantra, 57 tahun sesepuh desa Belatung itu. Banjar yang terdiri dari 50 KK itu terkenal di seluruh Bali sebagai pusat duren. Yang lainnya ada di Mangesta, Apuan, Pacung dan Penegel.
Daerah segaris dari barat ketimur di kaki gunung Batukaru. Duren di kawasan itu sengaja di tanam sekitar 15 tahun lampau oleh penduduknya. Menggantikan duren yang tumbuh liar di tengah hutam.
“Ini duren asli dari kaki gunung Batukaru, bukan duren liar yang ukurannya besar tapi kulitnya tebal sehingga bijinya jadi sangat kecil,” tambah Sumantra. Dia bukan duren bangkok atau monthong yang terkenal itu. Tapi perkawinan dari beberapa jenis duren, bijinya dari duren asli, batang seteknya dari sekitar daerah Apuan sedangkan kawin silangnya dengan duren dari Pacung yang juga bertetangga.
Hasilnya adalah duren yang besarnya tak lebih dari bola mainan anak, tapi kulitnya tipis.
“Bijinya juga seukuran jempol orang dewasa dan pipih hingga daging durennya jadi tebal, rengah serta manis legit,” ujar Sumantra. Di tempat aslinya di Belatung kita malahan tak bakalan bisa mendapatkan duren jatuh itu. Karena setiap petani duren disana sudah mengontrakkan buah yang ada dipohon sejak durennya masih berbunga.
“Bila durenya sudah berumur diatas 10 tahun buahnya perpohon akan mencapai 200 biji, dan itu bisa laku sekitar Rp 2 jutaan atau lebih tergantung hitungan penebasnya,” ungkap Sumantra. Bisa dihitung bila setiap petani punya 20 pohon dan semuanya diborong 2 jutaan perpohon hasilnya perpetani sekitar Rp 40 juta.
“Tapi berbuahnya masih setahun sekali, antara bulan September sampai Februari, setelah itu duren akan berguran daunnya menjadi meranggas, kemudian berbunga lagi sekitar bulan Agustus,” tambahnya.
Tapi kita masih bisa mendapatkan durian jatuh diluar dari pohon yang diborong atau ditebas oleh pemborong dari kota. Itulah durian guguran yang biasanya didapat dari pohon yang bukan dari durian unggul.
Adanya di hutan jauh dari perkampungan. Duriannya masih kolot, ukurannya besar, kulitnya tebal dan bijinya tipis saja. Harga di tempat hanya sekitar Rp 5000 untuk ukuran sedang. Bandingkan dengan durian unggulan yang ukuran terkecil saja mencapai Rp 10.000, sedangkan yang besar mencapai Rp 20.000.
Sedangkan di pasar Batu Kandik atau di pasar Badung dan di sepanjang jalan Gatot Subroto duren kecil dan termurah sekitar Rp 25.000.
Maka tak heran kala musim duren seperti sekarang ini akan bermunculan banyak pedagang duren dadakan. Mereka berkeliling kampung dengan penarak atau keranjang berombongan. Mereka mendatangi setiap petani yang mendapatkan durian runtuh di tengah hutan. Mereka membeli secara borongan, sekeranjang dengan 20 duren mereka cukup membelinya dengan harga tak sampai Rp 100.000.
Sekeranjang duren itu akan dijual Rp 150.000 kepada pemborong dari kota. Sedangkan duren yang termasuk hybrida dan terasa enak di mulut dan di perut itu tak pernah sampai berjatuhan.
Setiap penebas akan mengikat batang durennya dengan tali rapia dan mereka naik setiap hari untuk memanen duren yang terlepas dari dahannya.
“Duren unggul itu malahan tak bisa kita dapati di pasarn, karena masuk hotel atau masuk cafĂ© disana harganya 3 kali lipat ketimbang harga yang umum berlaku,” tutur Sumantra lagi.
Ke Belatung bulan Desember sampai Februari kita bersiap disambut oleh pedagang duren runtuh di setiap sudut jalan. Mereka menggelar durennya tanpa perlakuan sepatutnya, karena buah duren yang mahal itu hanya diletakkan menumpuk diatas tanah. Beberapa malahan ada yang sudah merekah.
Harganya tak sampai Rp 10.000 perbuah dan bisa langsung dinikmati di tempat. Hari minggu biasanya yang datang pembeli dari kota yang liburan dan khusus memborong duren. Mereka kadang membeli sampai 5 buah untuk disantap bersama di tempat. Dan membeli dalam jumlah sama untuk dijadikan buah tangan bagi mereka yang ada dirumah.
“Tapi saya lebih senang kedatangan pembeli yang memborong durian jatuh karena harga bisa dipermainkan setiap keranjangnya bisa untung sampai Rp 100.000, sedangkan bila pembeli yang makan langsung untungnya kurang,” tutur Made Rasni, 54 tahun pengepul durian dari Penebel.
Dia datang ke Belatung dengan berjalan kaki, jarak dari rumahnya ketempat itu tak lebih dari 2 km. Kenapa jalan kaki, karena rumah penduduk ada di tepian jurang yang tak bisa dilewati kendaraan.
Dia keluar masuk semak dan belukar untuk mendatangi penduduk yang punya durian jatuh. Terutama durian yang ada di tengah hutan. Karena duren yang ditanam khusus tak mungkin menjatuhkan buahnya.
“Kadang dua hari sekali saya kemari, bisa dapat 2 keranjang atau lebih, modalnya tak sampai Rp 100.000,” tutur Rasni. Duren hasil buruannya biasa dia jual kepasar Penebel, atau dijual langsung di sudut jalan. Tak perlu sewa tempat apalagi membayar karcis retribusi, pembelinya juga tak banyak menawar karena harga sudah dibawah standar.
“Dimana lagi bisa mendapatkan duren sebesar helm Cuma seharga Rp 10.000 kalau di Denpasar bisa 3 kali lipatnya, bisa memilih lagi, dan memakannya lebih sedap lagi karena langsung berada di pusat perkebunan durian,” ungkap Selvi, 24 tahun penggemar duren dari Nusa Dua yang langsung datang ke Belatung akhir Desember lalu.
Durian biasanya mulai berbuah ketika sudah berumur 5 tahun, awalnya Cuma sekitar 30 buah sekali musim. Puncaknya ketika durian berumur antara 8 sampai 12 tahun. Dia berbuah sampai 300 buah sekali musim. Dan bisa dipanen dari bulan Desember sampai Februari. Durian biasanya berbunga secara bertahap, bagian bawah lebih dulu sedangkan yang lebih diatas belakangan. Hingga memanennya juga bertahap dan selama hampir 3 bulan terus menerus.
“Durian yang bagus dalam sekali masa panen bisa menghasilkan sampai 400 buah, dan bila dirata-rata harga perbuahnya Rp 10.000 saja, petani bisa mendapatkan Rp 4 juta untuk setiap pohon yang dia miliki,” tutur Sumantra.
Dan itu berarti durian runtuh beneran buat petani durian di sepanjang kaki gunung Batukaru Tabanan. Karena mereka bisa mendapatkan hasil berlebih dari bertanam durian secara iseng belaka. Durian masih terus menghasilkan walau akhirnya pada usia 15 tahun, ketika batangnya sudah sebesar batang kelapa dia harus dipotong. Kayunya masih laku untuk ramuan rumah atau sebagai kotak barang eksport. Setiap batang laku sampai Rp 1 juta, dan biasanya laris ketika masa paceklik, ketika sawah dan kebun tak menghasilkan, petani akan melirik pohon durian yang sudah tak produktif itu sebagai penerus kebulan asap dapur mereka.
http://regional.kompasiana.com/2010/10/22/durian-bali/